“Ini adalah pelanggaran terbesar yang bisa didiskualifikasi. Pihak yang masih melakukan praktek tersebut bisa dikeluarkan dari kontestasi politik,” tuturnya.
Ia juga menyoroti menurunnya partisipasi masyarakat dalam pemilihan umum akibat kekecewaan terhadap kinerja pemerintah. “Banyak warga merasa frustrasi karena pemimpin yang terpilih belum membawa perubahan nyata. Publik tidak percaya lagi pada pemerintah,” tegasnya.
Sebagai contoh, tingkat pertisipasi masyarakat di Kukar mencapai 77 persen pada putaran pertama pilkada, namun turun menjadi 68,69 persen pada putaran kedua.
Menutup paparannya, Hendry mengingatkan pentingnya kecermatan masyarakat dalam memilih calon pemimpin. “Bapak dan ibu harus pintar memilih calon yang kompeten. Lihat rekam jejak dan visi-misinya, jangan hanya terpikat janji. Kita harus tahu siapa yang benar-benar layak untuk dipilih,” ujarnya mengingatkan.
Rakhman berharap kegiatan ini dapat meningkatkan pemahaman masyarakat tentang demokrasi serta mendorong partisipasi yang lebih aktif dalam setiap proses pemilihan.












